Ekspresi wajah itu kembali hadir
dalam pikiranku. Rasanya sudah cukup lama kami tidak berkomunikasi. Waktu dan
jarak memang mudah memisahkan. Ditambah kesibukan yang tak pernah berhenti
menghampiri pemuda berlabel mahasiswa.
Mungkin keakraban itu tak begitu
nyata, tapi kehangatan yang kurasa membuat hatiku kuat untuk mengingatnya.
Bukan mengingat atupun mengenang. Tak menyimpan, tapi secara otomatis
tersimpan. Tangis itu, dekapan erat itu, takkan pernah hilang rasanya. Bisa
jadi itu kali pertama aku merasakan ketulusan, kerinduan seorang sahabat. Yah,
seseorang yang merindukan sahabatnya.
Kini aku pun merindukannya. Namun
sayang, waktu dan jarak terlalu kejam, membiarkan kami terlarut dalam dunia
masing-masing. Melupakan kasih sayang yang dulu begitu tajam, perlahan
menghilangkan kerinduan tanpa jejak.
Jika aku diizinkan untuk
berharap, aku ingin kembali ke masa itu. Menggenggamnya erat, lebih erat dari
sebelumnya. Jika saat itu aku melepas dekapannya dan bertanya ‘kenapa’, kini
aku tidak akan bertanya dan melepasnya, aku akan kembali mendekapnya. Melepas
setiap tetes kerinduan yang terpendam atas ketulusan, membebaskan kasih sayang
yang tak tersampaikan. Menghilangkan keraguan untuk ‘persahabatan’ yang dulu
sempat ku pertanyakan. Hanya karena tangis dan dekapan itu, aku menyayanginya
lebih.
Kini aku pun merindukannya. Aku merindukan
ketulusan persahabatan yang tak terlihat nyata.
0 komentar:
Posting Komentar